Jumat, 31 Oktober 2014

SENYUM ANAK-ANAK INDONESIA


Tingginya angka kekerasan dan eksploitasi terhadap anak menimbulkan keprihatinan dari berbagai pihak. Diduga kuat, maraknya kasus anak karena paradigma salah dalam mendidik anak yang jadi budaya. Saat ini banyak yang beranggapan jika ingin mendidik anak jadi disiplin dan baik harus dengan cara dipukul atau dimarahi. Paradigma semacam itu masih sangat melekat dalam lingkungan keluarga Indonesia. Tak heran jika angka kekerasan pada anak terus bertambah. Jika kekerasan ini tidak segera dihentikan, bukan tidak mungkin generasi muda ke depan akan melahirkan anak muda yang menonjolkan kekerasan dibanding intelektual.
Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, atau pengabaian terhadap anak. Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mendefinisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak. Sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak berinteraksi.

Menurut Sekertaris Jenderal Komnas Anak Samsul Ridwan, angka pengaduan kasus pelanggaran hak anak meningkat tajam dibandingkan tahun lalu. Dan sepanjang tahun 2013 masih didominasi oleh kekerasan terhadap anak."Jumlah pengaduan yang kami terima meningkat saat ini telah diterima laporan sebanyak 3.023. Angka ini menunjukan 60 persen terjadi peningkatan dibandingkan tahun lalu. Dan kasus kekeraaan terhadap anak masih mendominasi," kata Samsul, Jakarta, Jumat (20/12/2013). Tahun 2013 ini kasusnya ada 1.620 dengan rincian kekerasan fisik 490 kasus (30 persen), psikis 313 kasus (19 persen), dan paling banyak kekerasan seksual 817 kasus (51 persen). Artinya setiap bulannya hampir 70-80 anak menerima kekerasan seksual," Sedangkan kasus fisik berlatar belakang kenakalan anak 80 kasus (8 persen), dendam atau emosi 147 kasus (14 persen), ekonomi 62 kasus (6 persen), persoalan keluarga 50 kasus (5 persen) dan lain-lain 145 kasus (14 persen).
Salah satunya adalalah kasus pada Iqbal yang di rawat di RSUD Koja, Jakarta utara. Ia mengalami luka-luka mengenaskan di sekujur tubuhnya yang dipukul, dipaksa mengemin dan mengamen, bahkan lidahnya dipotong, disundut rokok oleh Dadang yang dilatar belakangi oleh kekesalan dengan ibun Iqbal karena menolak cintanya. Dengan hal ini dengan mudahnya orang-orang untuk melakukan kekerasan kepada anak, padahal masa kanak-kanak adalah wajib untuk dilindungi bukan sebagai ketakutan untuk mereka dan anak-anak adalah calon penerus generasi bangsa dan sebagai indikator kemajuan, gambaran dari suatu bangsa.
Untuk mengatasi masalah tersebut menurut Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait sudah menjadi tanggung jawab bersama antara orangtua, masyarakat dan pemerintah serta negara. "Kasus ini menjadi tanggung jawab bersama, semua pihak perlu mengawasi dan membantu mengatasi serta mencegah terjadinya kasus kekerasan terhadap anak," kata Arist. 
Kak Seto menyarankan di setiap RT dan RW harus ada Satgas Perlindungan Anak. Satgas ini yang melaporkan pada instansi terkait jika terjadi kekerasan di lingkungannya.
semoga dengan banyaknya kasus kekerasan yang ada di Indonesia terutama kepada anak, menjadi peratian oleh pemerinta, sehingga anak bangsa bisa hidup aman dan nyaman dalam beraktifitas.             "Arie Anggara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar